Friday, October 12, 2018

Mencoba pengalaman menggunakan Jak Lingko

Ya , selamat datang kembali di blog gue. Belakangan ini gua lagi perhatiin banget berita tentang moda transportasi umum di Indonesia, khususnya di Jakarta. Dan kebetulan banget, beberapa hari yang lalu pemerintah meresmikan sebuah sistem transportasi baru bernama Jak Lingko yang sebelumnya bernama OK-Otrip.

(Sumber foto Republika.com)



Sebenernya gua udah sering ngeliat angkot dengan stiker OK-Otrip tiap di jalan dan penasaran juga gimana sensasinya menggunakan angkot yang ada alat tapping kartu di dalemnya. Kebetulan banget gua lagi pengen jalan-jalan keliling Jakarta. jadi, gua ajak temen gua untuk pergi ke salah satu objek wisata di Jakarta yaitu Lubang buaya memorial park and Museum. 

Gua pergi menuju halte busway terdekat dari rumah bersama teman gua, lalu menaiki transjakarta koridor 10 untuk transit di Halte Cawang Uki dan pindah ke koridor 9 untuk turun di Terminal Pinang Ranti. Semua info tentang rute dan lainnya gua dapatkan di aplikasi android bernama Traffi.





Selanjutnya sesampainya di terminal Pinang Ranti, gua mencoba mencari angkot dengan stiker OK-Otrip (sebelum diganti menjadi Jak Lingko) dan gak sulit menemukan angkot OK-19 dengan stikernya karena memang sangat eye-catching. Akhirnya kami berdua naik ke angkot yang ternyata gua baru tahu, kita harus menyetop angkot di 'Stop Sign' , yang setelah gua sadari memang beberapa minggu terakhir tiba-tiba di jalan depan rumah gua lagi massive di pasang sign ini.

Di tengah perjalanan, pak supir meminta kartu saya untuk ditap. Lalu saya memberikan kartu Flash BCA yang juga saya gunakan untuk naik transjakarta dan ternyata tidak bisa digunakan. Jadi , layanan OK-Otrip ini memiliki kartu sendiri khusus untuk layanan angkot yang bisa dipakai di transjakarta, tetapi jika kalian menggunakan kartu Flash atau semacamnya yang kalian sering pakai untuk naik transjakarta, maka tidak bisa.

Untungnya, sekarang masih masa percobaan. Jadi trip yang kami naiki ini masih belum dikenakan biaya, dan pak supir juga dengan baik hati menggunakan kartunya untuk tap sehingga kami tetap bisa menaiki angkot tersebut. Hal demikian juga terjadi dengan penumpang selanjutnya, ibu-ibu setengah baya yang belum punya kartu Ok-Otrip. Di sepanjang perjalanan, pak supirnya sangat baik dan juga sembari memberi tahu informasi tentang layanan ini.

Lalu tak terasa sampailah saya di tujuan yaitu Lubang Buaya Memorial Park and Museum. 

Jadi setelah saya mencoba untuk pertama kali menggunakan Angkot Gaul, gua merasa emang sebenernya angkot seperti ini yang gue dan mayoritas masyarakat Jakarta butuhkan. Angkot yang selalu gercep tanpa ngetem nunggu penumpang. Angkot yang gak ugal-ugalan dan driver yang friendly. Mungkin sedikit saran gua, sosialisasi lebih di gencarkan lagi dan perbanyak lagi rute/trayek yang dapat dijangkau. Kalo perlu buatlah semua angkot reguler jadi seperti ini sistemnya. 

Kayanya gitu aja pengalaman singkat gua menggunakan jasa ini, semoga bermanfaat. Terima kasih.







Share:

0 komentar:

Post a Comment